(Karya: Irwansyah, dimuat di Majalah Alia)
Seperti biasanya, suasana senyap langsung terasa begitu saya menginjakkan kaki di ruang tamu. Jam sepuluh malam, anak-anak dan isteri sudah berkelana di alam mimpi, terlelap diperaduan. kadang dengan setumpuk baju yang belum selesai disetrika, kadang dengan buku bacaan yang berserakan disekitar tempat tidur anak-anak. Wajah isteri saya terlihat sangat lelah. Besok pagi setelah subuh, ada jadwal mengisi kajian di masjid dekat kampus. Sorenya ada rapat di sebuah yayasan dan malamnya ada kajian lingkar studi Islam. Itu artinya, saya seharian berada diluar rumah dan pulang larut malam. Seperti malam ini …
Sejak awal pernikahan, isteri saya faham bahwa suaminya adalah seorang dai yang aktif berdakwah. Hampir setiap hari keluar rumah untuk menyampaikan pengajian, mengisi training atau mengikuti kegiatan dakwah lainnya. Tak jarang harus keluar kota beberapa hari. Dan sampai hari ini, Alhamdulillah semua berjalan dengan baik.
Saya sering berfikir, betapa besar jasa isteri saya. Semua kegiatan saya yang lancar-lancar saja selama ini, tidak terlepas dari dukungan dan pengorbanannya. Keadaan rumah yang baik-baik saja selama saya pergi, membuat hati saya terasa aman dan nyaman melakukan aktifitas diluar. Dan begitu pulang, suasana “beres” yang terlihat, membuat saya merasa lega. Tidak ada hal-hal yang membebani batin.
Tentunya juga suami-suami yang lain. Isteri-isteri mereka memiliki andil yang tidak kecil. Saya yakin, bahwa dibelakang setiap laki-laki sukses, hampir selalu ada seorang wanita yang mem-back up keberhasilannya. Seperti juga isteri yang tidak becus mengurus rumah, hanya akan menambah kejengkelan para suami dan membebani pikiran.
Para suami kemudian melampiaskannya diluar rumah karena tidak betah, karena rumah tidak cukup memberi ketenangan dan kenyamanan. Betapa banyak suami yang lebih suka menghabiskan malam-malamnya di perempuan jalan atau pos ronda. Ngobrol ngalor-ngidul tanpa manfaat yang berarti? Tak jarang berujung pada terbentuknya kelompok penjudi, pemabuk atau perbuatan haram lainnya.
Dengan alasan berbeda, sayapun termasuk banyak keluar rumah. Jadwal kesibukan saya yang padat, sering tidak memberikan waktu yang cukup bagi isteri saya beristirahat. Saya kuliah, bekerja, berdakwah dan menulis untuk majalah. Dan itu menyita sebagian besar waktu yang saya miliki.
Praktis, isteri saya mengambil alih hampir seluruh pekerjaan kerumahtanggaan. Memasak, mencuci, menemani anak-anak bermain dan belajar, mengecek hafalan mereka, melayani saya atau pekerjaan lain yang terus mengalir seolah tanpa henti.
Sementara saya belum mampu meringankan pekerjaannya. Secara fisik dengan menyediakan alat-alat bantu elektronik ataupun pembantu rumah tangga. karena saya bukan termasuk yang berpenghasilan besar. Atau secara psikis dengan selingan hiburan yang memadai. Hari Ahad-hari keluarga-pun sering keluar rumah karena ada acara penting yang datang mendadak. Hal yang kadang membuat saya merasa bahwa yang saya berikan kepadanya hanya setumpuk beban dan tanggung jawab.
Bayangkan, para isteri kita harus membereskan semua pekerjaan rumah yang melelahkan fisik, mengalokasikan uang belanja yang pas-pasan agar tidak kehabisan energi ditengah bulan, mengatur menu agar variatif meski terjangkau, mendidik anak-anak yang lebih sering menambah kerepotan daripada meringankan pekerjaan dan memberi perhatian dan melayani kita. Dengan jam kerja yang nyaris duapuluhempat jam. Mereka masih harus juga menjaga kebugaran tubuh dengan mencuri-curi waktu untuk beristirahat, menjaga kesabaran dan keseimabangan emosi melihat tingkah polah anak-anak yang kadang memancing kemarahan atau mengatur waktu ibadah dan merawat semangat spiritual mereka. Alangkah beratnya? Saya jadi tahu, dibalik kelembutan mereka, para isteri adalah manusia perkasa.
kita para suami, sering egois meminta hak. Apa yang kita cium haruslah wangi, yang kita lihat haruslah bersih rapi, yang kita dengar haruslah kemerduan, yang kita rasa adalah kelezatan dan tidurpun haruslah lelap. Sementara isteri-isteri kita adalah manusia biasa yang kadang khilaf dan lupa.
Adalah hal yang wajar jika beberapa hasil pekerjaan mereka tidak sempurna atau ada kekurangannya. Dan itu bukan alasan untuk mencari-cari kesalahan dan ketidaksempurnaan mereka. Ada fluktuasi iman dan ada saat-saat tertentu dimana para wanita terkena sindrom prahaid. meski tidak bisa memahami wanita secara sempurna, pengetahuan kita terhadap hal-hal semacam ini akan bisa membantu banyak. Paling tidak, kita menjadi tidak terlalu menuntut dan bisa menerima apa adanya, kemudian menghargainya. Syukur kalau bisa membantu meringankan pekerjaan mereka., meski sekedar ucapan terimakasih, wajah cerah, sedikit pujian atau hadiah-hadiah kecil. Juga mendoakannya di setiap munajat kita agar Allah membantu mereka selalu mengikhlaskan niat dan tetap istiqamah. Percayalah itu sangat berarti.
Malam ini saya tertidur lelap, namun saya berjanji untuk memulainya besok. Bangun pagi dengan senyum mengembang dan mendekati isteri saya seraya berucap, “Terima Kasih isteriku, semoga Allah menerima Amal Ibadahmu.” Dan akan saya lihat semburat merah di wajahnya.